Selasa, 27 September 2011

CONTOH KASUS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL


Kasus  IPB dan Amerika
IPB melakukan perjanjian untuk mengirim 800 kera ke Amerika, Kera tersebut hanya akan diambil anaknya saja dan babonnya akan dikembalikan ke Indonesia. Harga perekor disepakati sebesar 80 (delapan puluh) juta dan pihak Amerika Serikat hanya membutuhkan anaknya saja dan harus beranak di Amerika serikat. Ketika posisi pesawat masih di Swiss, seekor monyet stress dan lepas,melahirkan anaknya. Karena induknya telah dilumpuhkan dan mati, maka dokter hewan IPB menyuntik mati anak monyet tersebut karena pertimbangan rasa kasihan . Lawyer Amerika serikat menuntut IPB atas dasar perlindungan satwa dan dianggap tak memenuhi prestasi dengan sempurna serta membunuh seekor anak monyet. Disatu sisi, Kera di Indonesia tidak lebih sebagai hama, sedangkan bagi Amerika serikat merupakan satwa yang harus mendapat perlindungan.
Fakta-faktanya :
  • IPB melakukan perjanjian dengan Amerika untuk mengirim 800 kera ke Amerika, kera tersebut hanya akan diambil anaknya saja dan harga perekornya 80 juta.
  • Amerika hanya membutuhkan anaknya saja dan harus beranak di Amerika Serikat.
  • Ketika posisi pesawat di Swiss, seekor monyet stress dan lepas, melahirkan anaknya, dan induknya telah dilumpuhkan dan mati.
  • Dokter hewan IPB menyuntik mati anak monyet atas dasar rasa kasihan.
  • Lawyer Ameika menuntut IPB atas dasar perlindungan satwa dan dianggap tidak memenuhi prestasi, serta membunuh seekor anak monyet.
  • Anak monyet bagi Amerika merupakan satwa yang dilindungi.

Titik Taut Primer :
Titik taut primer adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa kita berhadapan dengan peristiwa hukum perdata Internasional. Atau faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa suatu hubungan atau peristiwa adalah peristiwa hukum perdata Internasional.
Dalam kasus ini titik taut primernya adalah kewarganegaraan dari para pihak. Dimana pihak penggugat yaitu Lawyer berkewarganegaraan Amerika Serikat, sedangkan pihak tergugat yaitu dokter hewan IPB berkewarganegaraan Indonesia.

Titik Taut Sekunder :
Titik taut sekunder adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan hukum Negara mana yang harus berlaku dalam suatu peristiwa hukum perdata internasional.
Dalam kasus ini titik taut sekundernya karena dari perjanjian antara IPB dan Amerika Serikat tidak ada pilihan hukum atau pilihan forum yang diatur secara tegas dalam perjanjiannya, maka titik taut sekundernya ada lebih dari satu yaitu :
  1. Lex Loci Contractus (hukum tempat dilangsungkannya perjanjian).
  2. Lex Loci Solutionis (hukum tempat dilaksanakannya perjanjian).
  3. Lex Loci Delicti Commisi (hukum tempat perbuatan melawan hukum dilakukan).
  4. The Most Characteristic Connection (pihak yang lebih menonjol dalam kontrak).

Hukum Yang Berlaku :
  1. Berdasarkan Lex Loci Contractus,maka hukum yang berlaku adalah hukum perdata Indonesia karena perjanjian dibuat di Indonesia.
  2. Berdasarkan Lex Loci Solutionis, maka hukum yang berlaku adalah hukum Amerika Serikat karena perjanjian dilaksanakan di Amerika Serikat yaitu, anak monyet yang diperjanjikan harus beranak di Amerika Serikat.
  3. Berdasarkan Lex Loci Delicti Commisi, maka hukum yang berlaku adalah hukum Swiss, karena perbuatan melawan hukum berupa penyuntikan mati anak monyet yang diperjanjikan dilakukan ketika pesawat berada diatas wilayah Negara Swiss.
  4. Berdasarkan The Most Characteristic Connection, maka hukum yang berlaku adalah hukum perdata Indonesia, karena pihak yang paling menonjol adalah IPB (Indonesia) sebagai penjual kera, karena IPB yang harus menyerahkan kera,merawat dan menjaga kera dengan baik sampai nanti kera diserahkan kepada pihak Amerika Serikat. Dan dalam perjanjian jual-beli pihak yang paling menonjol atau dominan adalah pihak penjual dalam hal ini adalah IPB.


Kasus Babcock dan Jackson
Miss Georgia Babcock dengan kawan-kawannya yaitu Mr. dan Mrs William Jackson pergi untuk week end ke Canada pada tanggal 16 september tahun 1960,dengan memakai mobil Jackson. Mereka semua penduduk Rochester (New York). Waktu melewati propinsi Ontario. Mereka mengalami kecelakaan yang menyebabkan Miss Babcock luka berat. Sekembalinya ke New York, Miss Babcock melakukan tuntutan ganti rugi terhadap Jackson berdasarkan “negligence”.  Pada waktu kecelakaan terjadi, di Ontario berlaku suatu “Guest Statue” yang pada pokoknya menentukan bahwa orang-orang yang hanya merupakan Guest tanpa bayaran tidak dapat menuntut konpensasi apapun jika terjadi kecelakaan. Ketentuan sedemikian tidak ada dalam perundang-undangan Negara bagian New York.

Fakta-faktanya :
  • Miss Georgia Babcock dengan kawan-kawannya yaitu Mr. dan Mrs William Jackson pergi untuk week end ke Canada pada tanggal 16 september tahun 1960,dengan memakai mobil Jackson. Mereka semua penduduk Rochester (New York).
  • Waktu melewati propinsi Ontario. Mereka mengalami kecelakaan yang menyebabkan Miss Babcock luka berat.
  • Sekembalinya ke New York, Miss Babcock melakukan tuntutan ganti rugi terhadap Jackson berdasarkan “negligence”
  • Pada waktu kecelakaan terjadi, di Ontario berlaku suatu “Guest Statue” yang pada pokoknya menentukan bahwa orang-orang yang hanya merupakan Guest tanpa bayaran tidak dapat menuntut konpensasi apapun jika terjadi kecelakaan

Titik Taut Primernya :
Titik taut primer adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa kita berhadapan dengan peristiwa hukum perdata Internasional. Atau faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa suatu hubungan atau peristiwa adalah peristiwa hukum perdata Internasional.
Dalam kasus ini titik taut primernya adalah tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (tempat kecelakaan) yaitu di oktario. Ini sebagai element asing bila ditinjau oleh PN New York.

Titik Taut Sekunder :
Titik taut sekunder adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan hukum Negara mana yang harus berlaku dalam suatu peristiwa hukum perdata internasional.
Dalam kasus ini titik taut sekundernya adalah Lex Loci Delicti Commissi (hukum tempat perbuatan melawan hukum dilakukan).

Hukum Yang Berlaku :
Dalam kasus ini hukum yang berlaku adalah :
·         Pengadilan TK I : Memakai lex locus delicti commissi yaitu hukum Ontario demikian pula dengan;
·         Pengadilan TK II : pun menggunakan hukum Ontario sebagai hukum tempat terjadinya kecelakaan
·         Dua diatas masih memakai teori klasik
·         Tetapi di tingkat kasasi hukum yang dipergunakan adalah hukum new York karena kepentingan new York jauh melebihi kepentingan Ontario : concen dari new York adalah greater and more direct daripada interest Octario
Faktor-faktor yang menyatakan hal ini adalah:
  • Gugatan diajukan oleh seorang newyork guest terhadap new York host.
  • Surat izin mengemudi dan asuransi mobilnya di new York
  • Perjalanan week end ini dimulai dan diharapkan berakhir di new York
Jadi memang new York yang memiliki “superior Claim” untuk pemakaian hukum dan juga the Strongest interest dalam perkara ini.
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tadi maka hukum yang dipakai dalam perkara Babcock ini adalah hukum new York, dan gugatan babcock dimenangkan dan keputusan-keputusan dari hakim rendahan yang telah memenangkan pihak jacson di batalkan dan eksepsi dari yang disebut belakangan ini dikesampingkan.



Kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono.

Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh seorang desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.

Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah hotel berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia. Saat ini kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari Allegra Beck Versace yang memiliki saham 50%, Donatella Versace yang memiliki saham 20% dan Santo Versace yang memiliki saham sebanyak 30%.

Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap sebagai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan.

  Kasus Posisi
Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono adalah sebagai berikut :
a)      Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dan terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.
b)      Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik penggugat.
c)       Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek.
Uraian posisi kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan atas Merek Terkenal yang dilakukan oleh warga negara nasional.


Fakta-faktanya :
  • Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia.
  • Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh seorang desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.
  • Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah hotel berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia.
  • Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan.
  • Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dan terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.
  • Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik penggugat.
  • Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek

Titik Taut Primer :
Titik taut primer adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa kita berhadapan dengan peristiwa hukum perdata Internasional. Atau faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa suatu hubungan atau peristiwa adalah peristiwa hukum perdata Internasional.
Dalam kasus ini titit taut primernya adalah kewarganegaraan yang berbeda dari para pihak, yaitu pihak penggugat Gianni Versace S.p.A berkewarganegaraan Italia, dan pihak tergugat Sutardjo Jono berkewarganegaraan Indonesia.

Titik Taut Sekunder :
Titik taut sekunder adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan hukum Negara mana yang harus berlaku dalam suatu peristiwa hukum perdata internasional.
Dalam kasus ini titik taut sekundernya adalah Lex Loci Delicti Commisi (hukum tempat perbuatan melawan hukum dilakukan).

Hukum Yang Berlaku :
Dalam kasus ini hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia sebagai Lex Loci Delicti Commissi, karena perbuatan melawan hukum berupa penggunaan merek tanpa izin “V2 VERSI VERSUS”  yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal di dunia VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, dilakukan di wilayah Negara Indonesia.


 

4 komentar:

  1. menarik sekali untuk studi perbsndingan dalam era globalisasi

    BalasHapus
  2. Min kalo misal kereta api mengeluarkan percikan api terus kena rumah di negara amerika bagian oklahuma dan kereta-api kepunyaan Amerika negara bagian cansas.
    Bagaimana hukum perdata internasionaln ya?

    BalasHapus
  3. a.Mr. John Marsudi WN Malaysia, bekerja sebagai seorang konsultan perusahaan jasa konstruksi dan berdomisili di Jakarta. Ia ingin mengunjungi keluarganya di Kuala Lumpur, untuk itu ia membeli tiket pesawat Garuda Indonesia (GI) berbendera Indonesia di counter Garuda di Jakarta. Setelah 2 minggu di Kuala Lumpur, Mr. John kembali ke Indonesia untuk kembali bekerja. ia membeli Tiket Malaysian Airways (MAS) di counter MAS Kuala Lumpur. Dengan tiket itu Mr. John kembali ke Indonesia
    b.Mr. Pardio WNI (pengusaha kontraktor bangunaan) membangun apartemen berlantai 4 di Singapura. Kemudian Mr. Chong, seorang WN China berminat membeli salah satu kamar di apartemen tersebut dengan harga 30.000 ringgit. keduanya menandatangani akta jual beli ini di Jakarta, Indonesia. Disepakati pembayaran dilakukan dengan metode angsuran; namun pada tahun ke 2 Mr. Chong tidak lagi melakukan pembayaran, lalu Mr. Pardio mengajukan gugatan di pengadilan negeri Jakarta pusat, di tempat Mr. Pardio tinggal oleh karena tidak di ketahui dimana Mr. Chong tinggal. Bagaimana menwntukan titik taut primer dan sekunder pada contoh kasus di atas

    BalasHapus
  4. 3. Menurut Prof. Sudargo Gautama hak-hak yang diperoleh dikemukakan untuk menjelaskan sejauh mana perubahan-perubahan yang terjadi terhadap fakta-fakta akan mempengaruhi berlakunya kaidah-kaidah hukum yang semula digunakan. kasusnya: A WNI dan berdasarkan hukum Indonesia telah diakui sebagai pemegang hak milik atas suatu benda bergerak. Pada suatu saat A mengubah status kewarganegaraannya menjadi warga negara Republik Rakyat Cina. Menurut hukum positif Cina anggap saja A belum dapat dianggap sebagai pemilik yang sah atas benda bergerak. Selesaikanlah kasus ini.

    BalasHapus