Selasa, 27 September 2011

LARANGAN DETERNMENT DE POUVOIR SEBAGAI ASAS-ASAS UMUM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM FUNGSINYA UNTUK MENILAI KEABSAHAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA


LARANGAN DETERNMENT DE POUVOIR SEBAGAI ASAS-ASAS UMUM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM FUNGSINYA UNTUK MENILAI KEABSAHAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA
                  
            Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas ini tertuang pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN. Asas-asas umum pemerintahan yang baik berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi Negara dalam menjalankan fungsinya, dan juga merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi Negara yang berbentuk beschikking, dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi penggugat. Sebagian besar asas-asas umum pemerintahan yang baik, masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, abstrak, dan dapat digali dalam praktek kehidupan masyarakat. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dalam berbagai peraturan hukum positif.
            Menurut Philipus M. Hadjon, asas-asas umum pemerintahan yang baik harus dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah. Sebenarnya menyamakan asas-asas umum pemerintahan yang baik dengan norma hukum dapat menimbulkan salah paham sebab dalam konteks ilmu hukum telah dikenal bahwa antara “asas” dengan “norma” itu terdapat perbedaan. Asas atau prinsip adalah dasar pemikiran yang umum dan abstrak, ide atau konsep, dan tidak mempunyai sanksi, sedangkan norma adalah aturan yang konkret, penjabaran dari ide, dan mempunyai sanksi. Tetapi meskipun asas-asas umum pemerintahan yang baik ini merupakan suatu asas tetapi tidak semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak, karena sebagian dari asas-asas ini sudah muncul sebagai aturan hukum yang konkret atau tertuang dalam undang-undang, serta mempunyai sanksi tertentu, sehingga sudah dapat dipandang sebagai norma hukum.
            Salah-satu asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah asas larangan detrnment de pouvoir(penyalahgunaan wewenang). Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “Beberapa catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi negara” menguraikan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam 13 asas, dan  asas larangan deternment de pouvoir ini masuk ke dalam asas tidak mencampuradukkan kewenangan, dimana pejabat Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan(baik dari segi materi, wilayah dan waktu) untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka malayani/mengatur warga Negara. Asas tidak mencapuradukkan kewenangan ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak melakukan penyimpangan penggunaan wewenang. Menurut Undang-undang Nomor  5 Tahun 1986 terdapat dua jenis penyimpangan penggunaan wewenang, salah-satunya adalah penyalahgunaan wewenang(Detrnment de pouvoir), yaitu badan/pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut, yang disebutkan dalam Pasal 53 Ayat (2) huruf b.
            Di Belanda asas larangan deternment de pouvoir itu dipandang sebagai norma hukum yang tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah. Hal ini diatur dalam Wet AROB, yaitu ketetapan-ketetapan pemerintahan dalam hukum administrasi oleh kekuasaan kehakiman “tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku(hidup)tentang pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim.
            Perbuatan menyalahgunakan wewenang(deternment de pouvoir) sering terjadi dalam pelaksanaan pemerintah yang bersifat bebas(vrij betuur). Dalam pemrintahan yang bersifat bebas, aparat pemerintah dapat berbuat bebas sesuai dengan kebijaksanaannya, asalkan masih dalam lingkup wewenang yang dimilikinya menurut peraturan perundang-undangan.
            Meskipun asas larangan deternment de pouvoir tidak diatur dalam Undang-undang Nomor  28 Tahun 1999, tetapi asas larangan detrenment de pouvoir ini tetap dapat dijadikan sebagai acuan untuk menilai apakah keputusan yang dikeluarkan oleh suatu badan/pemerintah itu sah atau tidak, karena seperti yang dikatakan oleh Philipus M. Hajon bahwa asas-asas umum pemerintahan yang baik harus dipandang sebagai norma hukum yang tidak tertulis, oleh karena itu meskipun asas larangan detrnment de pouvoir itu tidak diatur dalm Undang-undang tetapi asas tersebut harus ditaati dan dipatuhi oleh pemerintah dalam membuat suatu keputusan karena asas tersebut merupakan norma hukum yang bersifat mengikat dan memaksa. Kita sudah mengetahui bahwa hukum bukanlah hanya Undang-undang saja, tetapi didalamnya juga termasuk kebiasaan, adat, dan hukum tidak tertulis lainnya.
            Pemerintah dalam membuat suatu keputusan harus memperhatikan syarat-syarat sahnya suatu keputusan secara hukum positif yaitu :
1)      Tidak bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
2)      Tidak ada penyalahgunaan wewenag (deternment de pouvoir);
3)      Tidak sewenang-wenang.
            Seperti yang disebutkan diatas, bahwa apabila suatu badan/pemerintah mengeluarkan suatu keputusan yang didalamnya mengandung unsur adanya penyalahgunaan wewenang/detrnment de pouvoir, maka keputusan itu dianggap tidak sah karena sudah melanggar syarat-syarat sahnya membuat keputusan secara hukum positif. Dan terhadap keputusan yang terdapat unsur penyalahgunaan wewenang didalamnya maka warga masyarakat dapat melakukan suatu gugatan dengan dasar adanya deternment de pouvoir, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 53 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986. Apabila suatu keputusan didalamnya mengandung unsur penyalahgunaan wewenang, maka sudah dapat dipastikan didalam badan/pemerintah administrasi Negara tersebut sudah terjadi praktek-praktek KKN.
            Oleh karena itu, maka asas larangan deternment de pouvoir juga dapat berfungsi sebagai suatu penilaian keabsahan keputusan yang dikeluarkan oleh badan/pemerintah administrasi Negara. Sehingga diharapkan dengan adanya asas larangan deternment de pouvoir ini maka badan/pemerintah administrasi Negara dapat terhindar dari perbuatan penyalahgunaan wewenang, dan bagi hakim Tata Usaha Negara dapat berfungsi sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan/pemerintah administrasi Negara.
            Dengan adanya asas larangan detrnment de povoir dan asas-asas pemerintahan yang baik lainnya juga, diharapkan dapat menjadi bagian dari budaya hukum(legal culture) administrasi pemerintahan di Indonesia, sehingga pemerintahan di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan dapat terhindar dari praktek KKN, sebagaimana yang menjadi tujuan diadakannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999.
            Apabila asas-asas umum pemerintahan yang baik ini ditegakan dengan baik di Indonesia, maka tidak mustahil Indonesia dapat sejahtera dan makmur karena badan/pemerintahan administrasi Negara sudah terhindar dari KKN, yang selama ini membuat Negara kita menjadi terpuruk.

           
           

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar